Pilih Laman

JAKARTA — Semangat transformasi ekonomi Sulawesi Utara (Sulut) di sektor perdagangan mendapat suntikan dukungan kuat dari Senayan. Anggota Komisi VI DPR RI, Christiany Eugenia Paruntu (CEP), menegaskan komitmennya untuk mengawal secara total sektor perdagangan di Bumi Nyiur Melambai agar makin bergeliat dan kompetitif di tingkat regional maupun global.

Mantan Bupati Minahasa Selatan dua periode ini menyatakan bahwa dirinya akan menjadikan isu perdagangan sebagai prioritas dalam penyerapan aspirasi masyarakat Sulut, guna melahirkan regulasi-regulasi strategis yang selaras dengan potensi geoekonomi dan geostrategis wilayah tersebut.

“Sebagai wakil rakyat Sulut di Komisi VI DPR RI yang membidangi perdagangan, kawasan perdagangan dan BUMN, saya akan memastikan bahwa seluruh aspirasi pelaku usaha, UMKM, serta industri lokal akan saya kawal hingga ke tingkat pusat. Perdagangan di Sulut tidak boleh jalan di tempat,” tegas CEP.

Menurut Ketua DPD I Partai Golkar Sulut ini, posisi geografis Sulut yang berada di bibir Asia Pasifik, sangat potensial untuk menjadi episentrum baru aktivitas ekspor-impor nasional, khususnya ke negara-negara maju seperti Tiongkok, Jepang, Korea Selatan, hingga kawasan Asia Timur lainnya.

“Ini bukan sekadar potensi, tapi peluang konkret yang sudah di depan mata. Kita ini dekat langsung dengan jalur dagang negara-negara raksasa ekonomi Asia. Tinggal bagaimana kita siapkan regulasi, infrastruktur, dan dukungan kebijakan yang tepat untuk menangkap peluang itu,” papar CEP dengan nada optimis.

CEP menekankan bahwa keunggulan geografis Sulut harus dibarengi dengan ekosistem perdagangan yang adaptif, mencakup regulasi yang ramah investasi, sistem logistik yang efisien, serta sinergi lintas sektor antara pusat dan daerah.

Lebih lanjut, CEP menyoroti Pelabuhan Bitung yang telah ditetapkan sebagai International Hub Port, sebagai pintu utama perdagangan Sulut ke mancanegara. Menurutnya, pelabuhan ini harus dijadikan simpul strategis logistik nasional untuk menopang jalur ekspor langsung ke luar negeri, tanpa harus bergantung pada pelabuhan besar di Pulau Jawa.

“Bitung adalah aset strategis. Tapi belum digarap secara maksimal. Dengan statusnya sebagai hub internasional, kita dorong agar semua stakeholder baik Kementerian Perdagangan, Perhubungan, BUMN pelabuhan, maupun dunia usaha agar benar-benar mempercepat optimalisasi fungsinya,” tegas CEP.

Ia juga menyinggung pentingnya membangun zona industri maritim, pergudangan terpadu, serta digitalisasi sistem kepabeanan di Bitung sebagai faktor pendukung ekosistem ekspor yang sehat dan kompetitif.

Tak hanya menyasar pemain besar, CEP juga menyuarakan pentingnya inklusivitas perdagangan, di mana UMKM dan industri rumah tangga menjadi bagian aktif dari rantai pasok ekspor.

“Kita dorong UMKM untuk naik kelas. Ini bukan cuma tentang jumlah produksi, tapi tentang kualitas, sertifikasi ekspor, kemasan, dan keberlanjutan. Semua itu perlu disiapkan dalam regulasi dan program pembinaan yang konsisten,” tambahnya.

Ia pun menyebutkan bahwa Komisi VI DPR RI bersama Kementerian Perdagangan akan membuka ruang lebih luas untuk pelatihan, pendampingan legalitas, dan fasilitasi ekspor UMKM dari daerah, termasuk Sulut.

Dalam konstelasi ekonomi nasional yang makin terhubung dengan pasar global, Sulut memiliki modal lebih dari cukup untuk menjadi pemain utama, bukan sekadar penonton. Dengan dukungan legislator seperti Christiany Eugenia Paruntu yang memahami medan sekaligus memiliki jejaring politik dan ekonomi yang kuat, Sulut punya peluang besar menjadi lumbung ekspor baru dari timur Indonesia.

“Kami akan perjuangkan dari hulu ke hilir. Dari petani dan nelayan, sampai pelabuhan dan investor. Sulut tidak boleh stagnan. Kita harus bergerak ke arah perdagangan modern yang membuka lapangan kerja, meningkatkan nilai tambah, dan memperkuat ekonomi rakyat,” pungkas CEP penuh semangat.